KOPI RUMBIA JENEPONTO TURATEA

Kopi Arabica Rumbia berasal dari dataran tinggi Kab. Jeneponto Sulawesi Selatan

Minggu, 18 September 2016

BROSUR KOPI ARABIKA MADU RUMBIA



Hanya dengan Rp. 15.000,- saja anda sudah bisa menikmati kopi arabika madu rumbia... asli......asli....asli.....!!!!!

 

Sabtu, 17 September 2016

Pengakuan Kepala Desa Ujung Bulu Rumbia tentang Kopi Arabika Rumbia


Kopi yang tumbuh di Desa Ujung Bulu, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Jeneponto, jenis Arabika.
Kelebihannya, karena derajat keasamannya rendah dan bercita rasa madu.
"Mengenai kualitas kopi di desa ini, peneliti asal Jepang yang mengatakan bahwa kopi disini sangat spesial, tidak ada di tempat lain. Alasannya karena tingkat keasamannya rendah dan bercita rasa madu. Peneliti Jepang yang mengatakan hal itu saat berkunjung kesini beberapa tahun lalu hanya untuk meneliti rasa kopi yang tumbuh di desa ini," kata Kepala Desa Ujung Bulu, Mansur, Sabtu (7/5/16).
Menurut Mansur, kopi dari Desa Ujung Bulu menjadi spesial karena metode perawatan tanaman kopi yang dilakukan petani desa tersebut berbeda dengan daerah lain.
"Yang tidak percaya kopi desa kami sangat spesial, silakan datang, akan saya jamu dengan kopi asli Ujung Bulu. Insya Allah, penduduk desa ini akan ramah menyambut setiap tamu," ujarnya.
Bisa juga ngopi di Warkop Turatea, Jl Daeng Regge, Makassar.
"Kopi di Warkop Turatea di Makassar itu dari sini, asli, tidak dicampur kopi lain," tegasnya.
Sebelumnya, tribunjeneponto.com memberitakan kisah kopi Desa Ujung Bulu yang tak dikenal karena ulah para tengkulak.
Ini petikan beritanya.
Anda sering mendengar Bumi Turatea, julukan Kabupaten Jeneponto, adalah daerah kering nan gersang?
Itu tidak sepenuhnya benar.
Sebab di daerah ini, ada satu kecamatan, yaitu Rumbia berada di dataran tinggi.
Tanahnya subur, cuacanya dingin, dan pemandangannya indah.
Kecamatan Rumbia adalah penghasil sayur dan buah serta daerah wisata pegunungan di Jeneponto.
Wilayahnya berbatasan dengan Kecamatan Malakaji, Kabupaten Gowa, daerah perbukitan subur masih bagian dari kaki Pegunungan Lompobattang.
Selain sayur dan buah, Kecamatan Rumbia juga penghasil kopi.
Di Desa Ujung Bulu, misalnya, terdapat kebun kopi seluas sekitar 150 hektar.
"Dari hasil pemetaan wilayah, baik batas luar maupun batas dalam, ada sekitar 150 hektar kebun di desa kami," ujar Mansur, Kepala Desa Ujung Bulu, ditemui tribunjeneponto.com, Sabtu (7/5/2016).
"Produksi kopi desa kami ratusan ton per tahun. Di desa ini, setiap kepala keluarga punya kebun kopi," tambah Mansur.
Mengapa kopi dari Desa Ujung Bulu ini tidak diketahui masyarakat luas?
"Itu karena ulah tengkulak. Mereka mengambil kopi di desa ini tapi saat menjualnya mengatakan kalau kopi itu dari Malakaji," kata Mansur.

Cara Minum Kopi Ala Kopi Arabika Rumbia






Sebelum membaca tulisan ini sampai kalimat terakhir, saya berharap Anda tidak menaruh kesan bahwa kopi itu sangat kompleks, banyak rumus dan aturan, ini dan begitulah. Memang benar, kenikmatan secangkir kopi berasal dari tahapan proses yang panjang. Mulai dari budidayanya, pemetikan, proses pascapanen, sortase, roasting, cupping, seduh (brewing) dan cara meminum—yang akan menjadi topik utama tulisan ini. Ya, minum kopi pun ada caranya tersendiri, biar rasanya nikmat.
Lagi-lagi, ini bukan pendapat saya pribadi, melainkan berdasarkan obrolan seputar kopi dengan beberapa penikmat kopi, bahkan penggelut dunia kopi di Jeneponto.
Lantas, apa saja tahapan yang harus dilakukan untuk meminum kopi agar mendapatkan kenikmatan karakter rasa pada kopi?
Kita simak perlahan-lahan sambil menyeruput kopi…
    Setelah kopi siap diseduh dan disajikan di hadapan Anda, sebaiknya kenali dulu jenis seduhannya, apakah espresso,Arabica Rumbia, cappuccino, latte atau black coffee. Pada prinsipnya sebenarnya sama, hanya sedikit yang membedakan cara menikmatinya.
   Sekarang, anggap saja Anda akan menyeruput espresso. Cara terbaik menikmat espresso ialah dengan tidak mencampurnya dengan gula. Nikmati aromanya dan seruput perlahan, lalu tahan sebentar dalam mulut Anda. Sehingga, lidah dan langit-langit mulut meresap cairan kopi. Pada saat itu, Anda dapat mengenali karakter pada kopi tersebut, biasanya dapat ditemukan karakter rasa (flavour) coklat yang pekat, sedikit asam (acidity), pahit dan manis (sweetness).
“Minum kopi sebaiknya jangan langsung ditelan, tapi tahan dulu di mulut untuk mengenali karakter rasa, tapi hanya beberapa detik saja, setelah itu baru telan.
Selang beberapa detik, silakan telan dan rasakan cairan kopi melewati kerongkongan Anda. Sebaiknya memang, Anda ngopi sambil ditemani cemilan mengandung manis. Misalnya, roti srikaya, singkong/ubi, kue kering mengandung coklat dan sejenisnya, sehingga mampu memberikan keseimbangan rasa pada pengecapan Anda
   Sudah menjadi kebiasaan pula meminum kopi dengan gula. dalam hal ini saya bicara tentang kopi arabika, bukan robusta yang dominan pahit dan minim acidity.
   Orang selalu heran bila melihat saya menyeruput kopi (arabika) tanpa gula. “Masak minum kopi tak pakek gula, pahit kalilah.” Begitu sering komentar yang saya terima.
   Orang pikir saya aneh, tidak takut jantung berdenyut, kena asam lambung atau pobia kopi lainnya. Padahal, saya hanya menikmati kopi apa adanya dan menyadari bahwa kopi memiliki karakter rasa yang kaya—sekali lagi, dalam hal ini, saya bicara tentang kopi Arabika, sebab, saya sendiri belum pernah benar-benar menikmati kopi Robusta tanpa gula atau susu kental manis maupun krimer.

Kopi Arabika Rumbia Madu dari Pegunungan Lompobattang



Tidak sepenuhnya benar jika ada ungkapan bahwa Bumi Turatea sebagai julukan kabupaten Jeneponto merupakan daerah kering dan gersang. Karena dalam wilayah administratif kabupaten Jeneponto terdapat satu kecamatan berada pada dataran tinggi yang memiliki tanah subur, cuaca dingin dan panorama alam yang indah dengan beberapa potensi objek wisata alam, yakni kecamatan Rumbia kabupaten Jeneponto yang berbatasan dengan kecamatan Malakaji kabupaten Gowa. 

Kecamatan Rumbia merupakan daerah penghasil sayur-sayuran dan buah-buahan serta daerah destinasi wisata alam pegunungan di Jeneponto. Selain sayur dan buah, kecamatan Rumbia juga penghasil kopi seperti di desa Ujung Bulu. Desa Ujung Bulu terletak di kaki Gunung Lompobattang yang berada pada kisaran ketinggian 1.400 mdpl, memiliki tanah perbukitan yang subur dengan panorama alam yang hijau nan indah. Sepanjang kiri dan kanan jalan desa hanya terlihat tanaman kopi dan beberapa komoditi hortikultura, terdapat kebun kopi dengan luas sekitar 150 hektar. Hampir setiap KK memiliki kebun kopi, sehingga produksi kopi di desa Ujung Bulu mencapai ratusan ton per tahun.

Namun walau pun demikian, kopi dari desa Ujung Bulu ini tidak begitu dikenal masyarakat luas sebagai kopi yang bersumber dari Ujung Bulu atau Rumbia maupun dari Jeneponto. Hal itu terjadi karena ulah para oknum tengkulak yang mengambil kopi di desa Ujung Bulu kecamatan Rumbia kabupaten Jeneponto, tapi saat menjualnya mengatakan kalau kopi itu berasal dari Malakaji kabupaten Gowa atau menyebutnya dari kabupaten Bantaeng.

Tanaman kopi di Jeneponto sudah ada sejak awal tahun 1980-an. Kala itu kopi yang ditanam adalah kopi jenis arabika dengan tajuk yang tinggi sehingga perlu pengait untuk melengkungkan batangnya saat panen, kopi itu lebih dikenal dengan sebutan kopi Bantaeng karena masuk ke Jeneponto melalui bibit kopi asal Bantaeng. Selain kopi jenis arabika, masyarakat desa Ujung Bulu kecamatan Rumbia juga menanam kopi jenis robusta.

Pada pertengahan tahun 1980-an, barulah masuk tanaman kopi jenis arabika dari kabupaten Gowa yang oleh masyarakat disebut kopi Arabika Gowa dengan tajuk yang lebih pendek. Kopi inilah yang kemudian dikembangkan di desa Ujung Bulu. Sementara kopi jenis robusta ditebang lalu dilakukan sambung pucuk dari kopi jenis arabika. 

Kopi madu sendiri memang baru dikenal sekitar dua tahun yang lalu dari sebuah seminar kopi di Makassar. Oleh narasumber seminar pada waktu itu mengemukakan bahwa ada kopi yang paling enak untuk disantap, yaitu kopi madu. Sehingga belakangan ini memang sedang ramai diperbincangkan tentang kopi madu dan kita selaku warga Jeneponto khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya tentunya sangat bersyukur karena kopi madu ini hanya tumbuh di Jeneponto dan tidak ada di tempat lain.

Mengenai kualitas kopi di desa Ujung Bulu tidak bisa diragukan lagi, karena peneliti asal Jepang sudah pernah datang langsung beberapa tahun lalu untuk meneliti rasa kopi yang tumbuh di desa Ujung Bulu dan peneliti Jepang tersebut mengakui bahwa kopi di sini sangat spesial, tidak ada di tempat lain. Alasannya karena memiliki kelebihan tersendiri, yaitu tingkat keasamannya rendah dan bercita rasa madu. Kopi di desa Ujung Bulu juga sudah dikembangkan dan sudah dipromosikan bahkan sampai ke Jakarta. Sementara sedang dalam proses pembuatan standarisasi untuk depkes. 

Kopi dari desa Ujung Bulu menjadi spesial karena metode perawatan tanaman kopi yang dilakukan petani desa tersebut berbeda dengan daerah lain. Dikatakan kopi madu karena saat penjemuran, ada lebah madu yang hinggap di butiran kopi. Anggapannya lebah akan hinggap karena ada kandungan madu atau sesuatu yang manis di situ. Sedangkan pada kopi biasa, malah yang hinggap adalah lalat.

Secara umum, proses tahapan pengolahan kopi madu dimulai dari pemetikan kopi yang betul-betul matang di pohonnya. Selanjutnya kopi digiling untuk mengupas kulitnya lalu difermentasi selama dua hari. Kopi fermentasi selanjutnya dijemur hingga tiga hari atau berada pada kadar air 11% - 12%. Dengan alat manual, kopi disangrai selama 30 menit. Untuk hasil kopi cita rasa madu yang kuat, kopi matang yang telah digiling langsung dijemur sampai kering. Proses pengeringannya memang memakan waktu yang lama, tapi disitulah tantangannya.

Selama ini nyaris kita tak pernah mendengar atau mengenal Kopi Jeneponto, sangat berbeda dengan Enrekang dan Toraja. Padahal Kopi Madu lebih menyajikan cita rasa yang memanjakan lidah dan tenggorokan, tentu akan memiliki prospek ekonomi yang menjanjikan jika dikelola dengan baik. Suatu saat nanti jika orang berkunjung ke Sulawesi Selatan, mereka tak lagi mencari Kopi Toraja atau Kopi Enrekang. Tapi mereka akan mencari Kopi Madu Jeneponto.

Alam dan desa kita memang sangat kaya. Sangat disayangkan jika desa yang menjadi sumber kekuatan ekonomi tidak bisa berpesta di atas kejayaan hasil buminya. Tinggal bagaimana kita saling mendukung untuk membangun desa berdasarkan potensi alaminya. Bagaimana membangun kepercayaan diri petani kita hingga suatu saat mereka berkata, "Saya Bangga Jadi Petani."

"Desa harus jadi kekuatan ekonomi. Agar warganya tak hijrah ke kota. Sepinya desa adalah modal utama. Untuk bekerja dan mengembangkan diri" (Desa, Iwan Fals).